Selasa, 24 September 2013



Rawa pening pada hari Sabtu, tanggal 21 September 2013 menjadi ajang pertemuan sadulur Castinger dengan tema “Maguro Uncal-uncal Temu Dulur Castinger 2013”. Moment ini menjadi perekat rasa pasaduluran (persaudaraan) pancinger castinger (pemancing yang suka casting).Ada sebanyak 80 pancinger yang datang dari berbagai wilayah Indonesia menghadiri moment ini

Rawa pening sebagai lokasi pertemuan castinger merupakan perairan umum yang sangat luas, betapa tidak dengan luas genangan mencapai 2670 hektar, Rawa Pening adalah genangan air terluas ke - 6 di Jawa setelah waduk Gajah Mungkur (9000 Ha), Jatiluhur (8300 Ha), Cirata (6200 Ha), Saguling (5200 Ha) dan Kedung Ombo (4600 Ha).  Bagi saya Rawa pening juga merupakan sebuah rawa yang unik, dimana posisinya dikelilingi oleh bukit dan gunung. Di sebelah selatan terdapat dua  gunung besar yang menjulang yaitu gunung Merbabu yang gagah, di sebelah barat terdapat gunung Ungaran yang cantik, sedangkan di sisi utara dan selatan terdapat bukit hijau membentang.
 
Matamahari keluar dari peraduan di atas Rawa Pening

Jam 4 pagi angin sembribit dengan embun pagi yang dingin menembus baju kami yang baru tiba dari Jakarta. Setelah menempuh perjalanan selama 12 jam dari Jakarta, bersama Pak Wiwim Kusworo, Mang jalo, Aak dan saya, akhirnya kami sampai di Kampoeng Rawa. Di saung apung sudah banyak pancinger dan panitia yang sebagaian besar masih tertidur pulas lantaran bekerja menyiapkan pertemuan castinger. Kami disambut Pak Lastiyo dari tim Maguro sekaligus sebagai panitia. Kami menyalami dan memeluknya sebagai rasa persaudaraan yang erat. “Kawan-kawan baru saja tidur lantaran ngobrol sampai pagi bersama  bang Joe Mich,”  cerita Lastiyo. 
Pak Wiwim dan Mang Jalo menjelajah Rawa Pening .

Selang sepuluh menit kemudian rombongan SH2G datang. Mereka ini terdiri dari Moh Erwin, Andriyanto, Mang Cek, Eric, dan Arya Dhyta. Kedatangan mereka menambah serunya obrolan mancing di pagi itu dan ternyata group SH2G baru keliling sungai-sungai Purwokerto untuk berburu ikan hampala. Kegaduhan obrolan kami membangunkan dulur lain yang lagi bobok nyenyak seperti kawan-kawan dari group Mancing Maniac dengan Dahri Cilacap menyalami dan memeluk kami sebagai tanda persaudaraan. Sementara itu mas Rachmat Wahjoe juga terbangun dan menyambut kami. Kami peluk Rachmat, Risky Bastanta, Bandit dan panitia lain dengan penuh rasa persaudaraan yang sangat akrab. “Selamat datang di RWP bro,” katanya penuh semangat. Satu persatu dulur castinger berdatangan, saya lihat Melvin, Yan Yan dan Ndoy ikut nimbrung ke dalam percakapan kami di pagi. Sembribit dingin angin pagi ternyata terkalahan oleh obrolan mancing dan senda gurai kami. 
Saya (pakai topi cowboy )menyempatkan diri foto bersama rekan-rekan

Ditengah obrolan pagi dan kedatangan para dulur castinger, mentari di balik bukit menyembulkan dirinya. Melihat pemandangan indah di balik munculnya matahari itu saya langsung berlari ke tepi sawah untuk mengabadikan keindahannya. Polah tingkah saya mencumbu sang surya ternyata diikuti beberapa sadulur untuk mengabadikan indahnya sang surya di ufuk timur. 
  Setelah puas mengabadikan sang surya, saya kembali minum kopi yang telah di sediakan panitia. Saat kopi baru saya teguk rombongan Pak John Jarot dan Pudjo Atmadji membawa  kue sebagai teman minum kopi. Hemm mantaap deh, apa lagi panitia membagikan sarapan nasi goreng pedas, membuat dinginnya pagi hilang lantaran sambal pedas di nasi goreng hahaha…
Rachmad Ketua Panitia
 Dengan mulut huah huah menahan rasa pedas para castinger mendengarkan briefing tehnik dari Lastiyo selaku panitia lomba. “ Even ini adalah rangkaian dari Kopdar castinger yang dijalankan di gunung Putri Bogor. Tujuan event ini sama yaitu  untuk memperet tali pasaduluran castinger, bahwa kita semua sejatinya adalah saudara. Untuk tehnis perlombaan setiap sampan diisi dua pancinger sesuai daftar nomer yang diberikan.  Jam 12 sampai jam 13.00 waktu istirahat dan makan siang dimana seluruh peserta harus merapat di base camp. Usai istirahat dipersilahkan mancing hingga pukul 16.00. Sebelum berangkat mancing kita akan foto bersama,” jelas Lastiyo kepada semua peserta. 
Kampung Rawa rame dibanjiri pancinger

  Tatkala para castinger berjejer akan di foto, suasananya bagaikan  pasukan yang siap menggempur musuh. Pasukan merah dengan “senjata”nya siap memburu ikan gabus yang sembunyi dibalik ganggang dan enceng gondok.Target utama casting ke Rawa Pening adalah ikan gabus, konon cerita para pancinger bahwa Rawa Pening banyak di huni gabus. Ikan gabus (chana striata) adalah satu-satunya ikan predator orisinal di rawa ini. Jadi inilah yang menjadi dambaan kami saat casting di Rawa Pening ini. 

Konon cerita di rawa ini meskipun banyak ikan lain namun populasi ikan gabus yang terbanyak. Populasi ikan gabus yang masih kecil ( < 20 cm) atau kocolan atau ikan kotes banyak berada dibalik tanaman air bahkan sering terlihat.
Joe Mich dan Andre siap menjelajah Rawa Pening

Semua peserta mulai naik stom (nama lain  dari sampan bermesin). Bagaikan pasukan marinir mereka merambah lokasi yang diperkirakan banyak ikan gabusnya. Saya bersama Rachmat Wahjoe, Dahri dan H Bisry  kala itu tidak ikut uncal dan hanya mengabadikan bagaimana pertempuran berlangsung. 
berburu ikan gabus di balik enceng gondok dan di bawah rumput ganggang

Saat ditengah rawa mata kami dimanjakan oleh keindahan  yang sangat esotik, di seblah selatan terdapat dua gunung tinggi menjulang sangat gagah, dan sebelah barat  terdapat Gunungn Ungaran yang cantik di sebelah utara dan selatan terdapat perbukitan daerah Ambarawa dan  daerah Tuntang, Salatiga. Posisi rawa seperti berada di tengah tempurung raksasa. Berada di tengah rawa sambil mancing, batin ini bisa terlarut dalam perenungan batin kepada Sang Pencipta  alam semesta. Beautiful place and amazing God, Allah Huakbar, Allah Maha Besar. Rawa Pening  menjadi hidden paradise yang bisa menjadi berkat  bagi warga di sekitar rawa. Saya yakin frngan adanya even temu dulur ini merupakan upaya  positif untuk mendongkrak ekonomi warga sekitar rawa. Ya ditengah bertani warga bisa menjadi tekong (juru mudi) mengantar pacinger yang akan memberi imbalan, belum lagi para panciger akan membeli makanan yang jelas warung sekitar rawa pun bergeliat ekonominya. Seharusnya kita bangga telah menjadi pancinger yang ternyata bisa memberi penghasilan kepada warga Rawa Pening. “Saya selaku ketua panita mengucapkan banyak terima kasih kepada para pancinger, kepada pemerintah daerah, kepada pihak keamanan polisi yang telah membantu jalannya event dengan sangat baik. Tanpa mereka kami tidak bisa melakukan hal ini. Niat kami hanya untuk membantu pengembangan pariwisata, kata Rachmad disamping saya.
 
Rizky dan Mang Cek memilih memakai sampan biasa untuk jelajahi rawa
Jam 12 semua stom peserta  kembali ke base camp untuk istirahat dan makan siang.  Di sela-sela waktu istirahat ini dipergunakan para pancinger untuk bercerita dan berbagi cerita perjalanan memancing yang di alaminya. Ada yang rebahan, ada yang saling ledek dan tertawa lepas, hemm seru banget.

Mas Bowo pemegang rekor gabus
Usai istirahat, sadulur castinger mulai uncal lagi. Kali ini saya kembali uncal bersama Om Bandit namun sebelumnya saya mampir di saung apung di tengah rawa sebagai base penimbangan. Di situ saya bertemu dengan mas Bowo pemegang  rekor gabus terberat  di RWP. “saya kala itu casting land base dan tiba-tiba umpan saya disambar ikan gabus besar. Untuk duel saya harus ngoyor. Saat landing fish ikan saya seret pelan ke tempat yang dangkal. Gabus raksasa itu sangat sayaan  peluk kuat-kuat. Ikan tetap berontak dan berhasil melepaskan diri. Ikan itu lalu saya terkam lagi sampai saya berguling-guling seperti orang gulat. Baju, celana serta sekujur tubuh saya penuh dengan lumpur. Lalu ikan saya masukan ke dalam karung, hebatnya itu ikan berhasil meloncat dari karung sehingga saya kembali menangkap dan memeluknya hingga akhirnya ada seorang petani yang menolong masukan ikan ke dalam karung dan mengikatnya. Setelah itu ikan saya timbang beratnya 6,80 kg,cerita mas Bowo penh suka cita.

istirahat asiknya ngumpul dan ngobrol
Serunya cerita mas Bowo mendapat gabus raksasa membuat saya bersemangat untuk uncal lagi. Namun ditengah uncal-uncal ini perenungang batin terus menerus merambah kemana-mana. Saya teringat akan legenda Jaka Klinting yang menjadi asal muasal Rawa Pening.  Di desa Dadapan yang konon tenggelam di tengah Rawa terdapat, seorang pemuda yang memiliki penyakit korengan disekujur tubuh. Dalam menderita sakit dirinya justru dimusuhi warga dan disingkirkan. Hanya ada satu janda miskin yang menolong dan merawatnya, janda inilah satu-satunya warga yang selamat dari tenggelamnya kampung dadapan.  Lantaran dirinya mau diusir keluar kampung karena penyakitnya maka Jaka Klinting menancapkan lidi dan berkata, “Jika kalian bisa mencabut lidi ini maka saya akan pergi meninggalkan dan tidak akan kembali ke desa ini,”. Mendapat tantangan mudah maka satu persatu semua warga berusaha sekuat tenaga mencabut lidi namun tidak satu pun yang bisa mencabutnya hingga seluruh desa berkumpul untuk mencabut lidi yang ditancapkan Jaka Klinting.  

Lidi di cabut lalu muncrat airnya ( legenda Jaka Klinting)
Setelah semua warga menyerah tidak menyabut lidi, kini giliran Jaka Klinting mencabutnya. Tanpa memakai tenaga lidi dicabut dan muncraaaattt airnya dari lubang lidi dan memancarkan air yang sangat luar biasa besarnya hingga membuat warga panic dan seluruh desa dan warga Dadapan terendam dan yang selamat hanya Janda miskin yang menolong Jaka Klinting.  Percaya atau percaya,  Desa Dadapan yang terendam itulah sampai saat ini diyakini sebagai asal muasal Rawa pening.   Paling tidak legenda itu mengingatkan kepada siapapun manusia harus saling empaty (peduli kasih) dan saling tolong menolong, apa lagi tatkala ada orang disekitar kita dilanda masalah sakit penyakit, masalah ekonomi dan masalah rumah tangga. Legenda Jaka Klinting akan menjadi pelajaran moral bagi dulur castinger di even ini, jadi strike yang di dapat bukan hanya snakehead semata.
Pulang dengan hati riang.....

Ah, sudah jam 4 sore, saya harus kembali ke base cam untuk melihat hasil Uncal-uncal. Ya ternyata hasil casting dari semua peserta kurang bagus karena angin bertiup kencang sehingga rawa ngopyak yang bisa menyulitkan pancinger mendeteksi tanda keberadaan ikan mengumpul dalam jumlah banyak (frenzy).  Sambil menunggu hasil pengumuman juara kami di hibur oleh goyang dang dut dengan artis sexynya. Liak liuk artis dan dut ternyata tak menarik perhatian kami karena kami sedang kangen-kangen saudara tercinta castinger. Akhirnya Juara 1 diraih oleh Pak Nyoto yang mendapat gabus 1,49 kg, juara kedua Rudy C yang mendapat ikan gabus 1, 13 kg dan juara ketiga diraih Kangke dengan ikan gabus  0,52 kg. Secara keseluruahn acara mantaap dan salut dengan panitia yang telah memeras otak dan
penulis Marcus Berita Mancing
tenaga untuk mempertemukan sadulur castinger. 
Sampai jumpa dulurku castinger Indonesia,  saya harus pergi, terbang mengelilingi nusantara  untuk melanjutkan petualangan memancing ke  tanah para Daeng, Makassar.  Hidup sebagai jurnalis ibarat life like bird,  always flying  in the world, yang  jelas saya ingin kembali mencok dan uncal di Rawa Pening, see you againt.***Marcus W Nugroho

4 komentar:

  1. josss...mantab liputan dan acaranya.

    BalasHapus
  2. RWP adalah sepenggal paradise yg bisa membawa batin ini lebih dekat kepada sang Maha pencipta, Tuhan semesta alam... nice report

    BalasHapus
  3. makasih atas komentarnya... selamat menikmati strike demi strike

    BalasHapus